Rabu, 03 Oktober 2007

Produk Pilihan "OBAT CACING BARU" cap Ayam Jago






Jenis Produk : Obat Cacing

No. daftar legal : D. 7811798

No. merk dagang : -

Nama Perusahaan : PT.DEGEPHARM
Alamat Pabrik : Jl. Ki Mangunsakoro No.106
Propinsi : Jawa Tengah
Kabupaten : Semarang
Kecamatan : Semarang Tengah
Telp Pabrik : 024-540233
Fax. Pabrik : 024-547938
Kontak : Nurhadi, SH
Jabatan : Ka Div Personalia
No. KLUI : 24232
Uraian : Ind. Farmasi
Produk Utama : MACAM-MACAM OBAT

Bentuk Packaging : Sachet

Material Kemasan : Plastik

Ukuran :
- Panjang : 55 mm
- Lebar : 75 mm

Warna Kemasan : Kuning dan Merah

Simbol/Visual :
Anak kecil yang cacingan dengan perut yang kembung
dan ada logo ayam jago.

Penafsiran :
~Warna merah dan kuning sangat dominan di desain produk ini sehingga terlihat sekali adanya unsur dari budaya Tionghoa. Warna merah dalam budaya Tionghoa melambangkan "keberuntungan" sedangkan warna kuning yang juga warna emas pada budaya Tionghoa berarti kemakmuran. Ditambah dengan ornamen-ornamen bunga yang menambahkan kekentalan budaya tersebut.

~Adanya ilustrasi anak kecil dengan perut kembung (sedang cacingan) ingin menjelaskan untuk apa produk ini dibuat yaitu sebagai obat untuk mengatasi sakit cacingan.

~Logo Ayam Jago / ayam jantan pada pada etnik Indonesia sendiri mengartikan kejantanan dan kejagoan. Dalam budaya Bugis dan Makassar, penekanan makna simbol ayam jantan bukan terutama pada makna kejagoan tapi pada makna kesadaran waktu, juga sikap berani menghadapi tantangan.

~Pada tulisan obat cacing dasarnya digunakan pita kuning yang terpengaruh oleh budaya eropa (jaman belanda) serta bentuk pita sendiri ingin mengartikan kualitas.

~Dalam kemasan, terdapat lingkaran biru kecil dimana dalam dunia kedokteran, lingkaran biru ini mempunyai arti obat yang dijual bebas dengan resep dokter.

~Pada bagian belakang kemasan dibagian bawah ada simbol ular dan mangkuk. Kita ketahui dibalik ancaman maut bisa ular, bisa ular ternyata juga memiliki khasiat yaitu sebagai penangkal bisa tersebut/obat yang menyembuhkan. Dari penggunaan simbol ular tersebut ingin menunjukan kalau obat cacing ini berkhasiat untuk menyembuhkan.


sumber : http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=12719
www.pfizerpeduli.com/article_detail.aspx?id=28
id.wikipedia.org/wiki/Merah
www.budaya-tionghoa.org/modules. php?name=News&new_topic=26
www.embassyofindiajakarta.org/ Pharmaceutical_mkt_survey.pdf

CACINGAN

Pengertian Cacingan :
Cacingan adalah kumpulan gejala adanya cacing di dalam tubuh.
Penyebab Cacingan :
Penyebab cacingan yang populer adalah cacing pita, cacing kremi, dan cacing tambang.
Biasanya cacing bisa dengan mudah menular.
Waktu pengeraman :
Waktu terekspos sampai nampak tanda penyakit beberapa minggu.
Gejala :
Pantat gatal, merupakan salah satu gejala untuk jenis cacing Enterobius vermicularis.
Pada spesies cacing ini, indung cacing keluar dari lubang anus, biasanya di malam hari ketika kita tidur, dan meletakkan telurnya di daerah peri-anal (sekeliling anus).
Dengan menggunakan selotip, contoh telur-telur dapat di ambil dan dapat dilihat dengan bantuan mikroskop untuk diagnosa.
Pencegahan :
Cacingan bisa dicegah dengan mencuci badan, terutama tangan dan kaki dengan air dan sabun dengan bersih.
Saat salah satu anggota keluarga terkena cacingan, maka semua orang di rumah harus dirawat. Seprai, handuk dan pakaian yang dipakai pada 2 hari sebelumnya harus dicuci dengan dengan air hangat dan detergen.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Cacing


OBAT TRADISIONAL

Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Industri jamu atau industri farmasi berlomba-lomba memproduksi obat tradisional secara moderen dengan mengikuti proses produksi menggunakan mesin-mesin moderen. Di satu sisi, masih banyak industri rumah tangga yang memproduksi obat tradisional secara sederhana dengan menerapkan resep-resep kuno yang dipercayai bermanfaat untuk kesehatan. Beberapa keterbatasan dari obat tradisional adalah masih kurangnya penelitian ilmiah yang menunjang pemahaman tentang cara kerja obat tradisional dalam tubuh manusia. Penelitian yang sudah banyak dilakukan lebih pada penelitian masing-masing tanaman obat. Itupun dengan penelitian yang terbatas pada beberapa fokus penelitian dan bukan penelitian yang mengupas secara tuntas tentang satu tanaman obat. Kita ketahui bahwa jamu Indonesia merupakan racikan dari berbagai tanaman obat yang terkadang jumlahnya cukup mengejutkan karena tersusun dari 40 macam simplisia. Banyaknya jumlah simplisia penyusun akan menimbulkan kesulitan pada pelaksanaan uji dari berbagai aspek penelitian terhadap jamu.

Meskipun secara empiris jamu terbukti cukup aman dikonsumsi manusia mengingat pemanfaatan yang sudah diterapkan masyarakat selama ini, pembuktian ilmiah tetap merupakan tuntutan. Peraturan tentang pembatasan jumlah simplisia penyusun jamu merupakan salah satu langkah membina produsen jamu agar meracik jamu secara rasional dalam rangka mengurangi kemungkinan efek samping dan memudahkan penelitian penunjang apabila jamu tersebut akan dikembangkan menjadi fitofarmaka. Masyarakat sebagai konsumen obat tradisional menghendaki perlindungan terhadap praktik-praktik penyalahgunaan obat tradisional yang dapat membahayakan kesehatan. Pemerintah dalam hal ini mempunyai kewajiban untuk mengatur kedua pihak, yaitu produsen dan konsumen agar sama-sama dalam posisi yang menguntungkan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang meracik obat yang rasional merupakan bahasan dengan maksud untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana seharusnya komposisi obat tradisional yang rasional pada jamu yang banyak beredar di masyarakat.

Jenis Obat Tradisional
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM)
yang kemudian beralih menjadi Badan POM mempunyai tanggung jawab dalam
peredaran obat tradisional di masyarakat.
Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka (obat tradisional dari bahan alam).
Dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak.
Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji klinik.
Dengan keadaan tersebut maka obat tradisional sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
Jamu, obat ekstrak alam, dan fitofarmaka (obat tradisional dari bahan alam)

Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

Ekstrak Bahan Alam (Scientific based herbal medicine)
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat moderen karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Oleh karena itu, dalam pembuatannya memerlukan tenaga ahli dan biaya yang besar ditunjang dengan peralatan berteknologi moderen.

Sumber Perolehan Obat Tradisional

Obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat atau yang memproduksi obat tradisional, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang digunakan untuk keperluan keluarga. Cara ini kemudian terus dikembangkan oleh pemerintah dalam bentuk program TOGA. Dengan adanya program TOGA diharapkan masyarakat mampu menyediakan baik bahan maupun sediaan jamu yang dapat dimanfaatkan dalam upaya menunjang kesehatan keluarga. Program TOGA lebih mengarah kepada self care untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta penanganan penyakit ringan yang dialami oleh anggota keluarga.
Program TOGA bertujuan untuk menyediakan obat dalam rangka penanganan kesehatan sendiri. Dengan kemampuan pengetahuan serta pendidikan mayarakat yang bervariasi, program ini mengajarkan pengetahuan peracikan jamu serta penggunaannya secara sederhana tetapi aman untuk dikonsumsi. Sumber tanaman diharapkan disediakan oleh masyarakat sendiri, baik secara individu, keluarga, maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahan baku dibeli dari pasar tradisional yang banyak menjual bahan jamu yang pada umumnya juga merupakan bahan untuk keperluan bumbu dapur masakan asli Indonesia. Pelaksanaan program TOGA diharapkan melibatkan peran aktif seluruh anggota masyarakat yang terwakili oleh ibu rumah tangga, dibimbing dan dibina oleh puskesmas setempat.

Obat tradisional berasal dari pembuat jamu /Herbalist
Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup banyak. Salah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong. Pembuat jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional dalam bentuk cairan minum yang sangat digemari masyarakat. Jamu gendong sangat populer. Tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga dapat ditemui di berbagai pulau lain di Indonesia. Segala lapisan masyarakat sangat membutuhkan kehadirannya meskipun tidak dapat dipungkiri lebih banyak dari masyarakat lapisan bawah yang menggunakan jasa mereka. Selain jamu gendong yang umum dijual seperti kunir asam, sinom, mengkudu, pahitan, beras kencur, cabe puyang, dan gepyokan, mereka juga mampu menyediakan jamu khusus sesuai pesanan. Misalnya, jamu habis bersalin, jamu untuk mengobati keputihan, dll. Akhir-akhir ini, dengan adanya jamu-jamu industri seringkali kita jumpai penjual jamu gendong menyediakan jamu serbuk buatan industri untuk dikonsumsi bersamaan dengan jamu gendong yang mereka sediakan.
Selain pembuat jamu gendong, peracik tradisional masih dapat dijumpai di Jawa Tengah. Mereka berada di pasar-pasar tradisional menyediakan jamu sesuai kebutuhan konsumen. Bentuk jamu pada umumnya sejenis jamu gendong, namun lebih mempunyai kekhususan untuk pengobatan penyakit atau keluhan kesehatan tertentu. Peracik jenis ini tampaknya sudah semakin berkurang jumlahnya dan kalah bersaing dengan industri yang mampu menyediakan jamu dalam bentuk yang lebih praktis.

Tabib lokal masih dapat kita jumpai meskipun jumlahnya tidak banyak. Mereka melaksanakan praktik pengobatan dengan menyediakan ramuan dengan bahan alam yang berasal dari bahan lokal. Ilmu ketabiban seringkali diperoleh dengan cara bekerja sambil belajar kepada tabib yang telah berpraktik. Di beberapa kota, telah dapat dijumpai pendidikan tabib berupa kursus yang telah dikelola dengan baik dan diselenggarakan oleh tabib tertentu. Pada umumnya, selain pemberian ramuan, para tabib juga mengkombinasikannya dengan teknik lain seperti metode spiritual/agama atau supranatural.

Sinshe adalah pengobat tradisional yang berasal dari etnis Tionghoa yang melayani pengobatan menggunakan ramuan obat tradisional bersumber dari pengetahuan negera asal mereka, yaitu Cina. Pada umumnya mereka menggunakan bahan-bahan yang berasal dari Cina meskipun tidak jarang mereka juga mencampur dengan bahan lokal yang sejenis dengan yang mereka jumpai di Cina. Obat tradisional Cina berkembang dengan baik dan banyak diimport ke Indonesia untuk memenuhi kebutuhan obat yang dikonsumsi, tidak saja oleh pasien etnis Cina tetapi juga banyak dikonsumsi oleh pribumi. Kemudahan memperoleh bahan baku obat tradisional Cina dapat dilihat dari banyaknya toko obat Cina yang menyediakan sediaan jadi maupun menerima peracikan resep dari Sinshe. Selain memberikan obat tradisional yang disediakan sendiri maupun yang disediakan oleh toko obat, Sinshe pada umumnya mengkombinasikan ramuan dengan teknik lain seperti pijatan, akupresur, atau akupungkur.

Obat tradisional buatan industri.
Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan RI, industri obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi industri kecil dan industri besar berdasar modal yang harus mereka miliki. Dengan semakin maraknya obat tradisional, tampaknya industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional. Tetapi, pada umumnya yang berbentuk sediaan moderen berupa ekstrak bahan alam atau fitofarmaka. Sedangkan industri jamu memproduksi lebih condong untuk memproduksi bentuk jamu yang sederhana meskipun akhir-akhir ini cukup banyak industri besar yang memproduksi jamu dalam bentuk sediaan moderen (tablet, kapsul, syrup dll.) dan bahkan fitofarmaka.


sumber : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/102002/pus-2.htm


Ornamen Tionghoa

Beberapa contoh ornamen yang mirip dengan kemasan obat cacing :


motive vas china:
China, Sung Dynasty, T 'zu Chou Vase, c. 1150, sgraffito design resulting in dark lines in white slip on stoneware.



motive ada pada kramik china:
China, Jiangxi Province; Yuan period (1279-1368), mid-14th century
Porcelain painted with underglaze cobalt blue (Jingdezhen ware)
H. 3 in. (7.6 cm); D. 18 3/8 in. (46.7 cm)
Mr. and Mrs. John D. Rockefeller 3rd Collection of Asian Art
1979.151

 
sumber :  http://witcombe.sbc.edu/ARTHLinks3.html#china